6 Permohonan dalam Doa Awal Tahun

Sahabat Nabi SAW mengajarkan doa saat memasuki awal tahun atau bulan baru: Ya Allah, masukkan kami pada tahun atau bulan ini dengan rasa aman, keimananan, keselamatan, Islam, ridha Allah (Ar-Rahman), dan lindungi kami dari gangguan setan. (HR. Thabrani dari Abdullah bin Hisyam).

Seiring bertambahnya usia, perputaran waktu terasa semakin cepat. 355 hari (kalender hijriyah) dalam setahun yang kita lalui terasa amat singkat. Mungkin hal ini terjadi karena padatnya rutinitas yang dijalani dalam kehidupan yang sangat dinamis.

Tahun 1442 H kini tinggal kenangan, mudah-mudahan detik demi detik yang telah dilalui penuh kebaikan dan keberkahan. Tugas kita sekarang adalah fokus menapaki jalan kehidupan pada tahun baru 1443 H ini dengan sikap optimis.

Mari kita awali tahun baru ini dengan memanjatkan doa kepada-Nya, demi keberuntungan di dunia dan kesuksesan di akhirat. Supaya kita mampu menggunakan waktu dengan efektif dan efisien, produktif menghasilkan kebaikan dan meminimalisir keburukan serta kesia-siaan.

Alangkah indahnya untaian doa yang diajarkan para sahabat Rasulullah SAW saat memasuki awal bulan atau tahun baru. Doa yang mengandung enam hal pokok dalam kehidupan, sebagaimana diriwayatkan oleh imam Thabrani dari Abdullah bin Hisyam: [1]

كان أصحابُ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يتعلَّمونَ هذا الدُّعاءَ إذا دخَلَتِ السَّنةُ أوِ الشَّهرُ اللَّهمَّ أدخِلْه علينا بالأمنِ والإيمانِ والسَّلامةِ والإسلامِ ورِضوانٍ مِن الرَّحمنِ وجوازٍ مِن الشَّيطانِ. (رواه الطبراني عن عبد الله بن هشام)

Sahabat Nabi SAW mengajarkan doa saat memasuki awal tahun atau bulan baru: Ya Allah, masukkan kami pada tahun atau bulan ini dengan (1) rasa aman, (2) keimananan, (3) keselamatan, (4) Islam, (5) ridha Allah (Ar-Rahman), dan (6) lindungi kami dari gangguan setan. (HR. Thabrani dari Abdullah bin Hisyam).

Baca Juga :  Angka Rata-rata Usia Umat Rasulullah SAW

Pertama, rasa aman. Diantara kebutuhan dasar manusia adalah rasa aman, bebas dalam beraktivitas tanpa gangguan apapun. Oleh sebab itu penting kita mohonkan kepada Allah untuk mendapatkan keleluasaan dalam beribadah dan beramal.

Kedua, keimanan. Selain rasa aman, kebutuhan dasar lainnya adalah keimanan. Dengan iman spirit hidup manusia akan terjaga. Dengan landasan iman segala macam amal manusa bernilai pahala. Tanpa iman perbuatan manusa sia-sia belaka.

Ketiga, keselamatan. Hal mendasar lainnya dalam kehidupan manusia adalah keselamatan. Selamat dari segala bentuk madharat dan bahaya. Selamat dari ancaman makhluk jahat hingga penyakit yang dapat merenggut nyawa, terlebih di musim pandemi seperti sekarang ini.

Keempat, Keislaman. Sikap istiqamah dalam memeluk Islam hingga akhir hayat merupakan wasiat Allah SWT dalam firman-Nya: “Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS Ali Imran : 102). Menurut syaikh Burhanuddin al-Biqa‘i, ayat ini menegaskan agar setiap kita meninggal dalam keadaan berserah diri sepenuhnya kepada Allah (Islam). [2]

Kelima, ridha Allah. Ridhwanullah merupakan puncak tujuan hidup seorang muslim. Hal ini berimplikasi pada menjadikan ridha Allah sebagai orientasi dalam menunaikan amal perbuatan apapun.

Keenam, perlindangan dari setan. Fakta yang tidak bisa dipungkiri, setan telah berjanji akan memperdaya manusia sepanjang waktu dan dari segala arah. Rencana jahatnya setan diberitakan dalam firman-Nya: “kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (QS Al-A’raf: 17).

Syaikh Wahbah Az-Zuhaili mengumpamakan kesungguhan setan dalam mengganggu manusia ibarat seorang penyamun yang salalu siap mengintai korbannya di tengah jalan. [3]

Baca Juga :  Ketika Doa Memantul Kepada Kita

Semoga kita dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas amal saleh pada tahun ini lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Aamiin. (UNS)

Catatan kaki:

[1] Abu al-Qashim ath-Thabrani, Al-Mu’jam al-Ausath, Dar al-Haramain, 1995, Jilid VI, No. Hadits 6241, hal. 221.

[2] Burhanuddin Al-Biqa‘i, Nazhm ad-Durar, Kairo: Dar al-Kitab al-Islami, Jilid V, hal. 15.

[3] Wahbah Az-Zuhaili, At-Tafsir al-Munir, Beirut: Dar Al-Fikr, 2009, Jilid IV, hal. 515.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *