Doa Spesial Saat Malam Lailatul Qadar

“Lailatulqadar itu lebih baik daripada seribu bulan.” Al-Qadr [97]:3

Lailatul qadr merupakan malam yang amat istimewa bagi Nabi Saw beserta umatnya. Dimana pada malam itu kebaikan apapun yang dikerjakan oleh kaum muslimin nilai berlipat lebih baik dari seribu bulan. Salah satu yang disunahkan untuk dilakukan adalah memperbanyak doa kepada Allah Swt.

Mengenai doa spesial pada lailatul qadr, suatu ketika Sayyidah Aisyah ra bertanya kepada baginda Nabi saw mengenai doa yang baik untuk dipanjatkan tatkala berjumpa dengan lailatul qadr. Maka, baginda Nabi saw mengajarkan ungkapan doa berikut ini :

اللهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, Maha Mulia. Engkau mencintai (segala bentuk) pemaafan, oleh karena itu, maafkan (segala) kesalahanku.” (HR. Tirmidzi) (1)

Redaksi doa di atas diriwayatkan oleh imam Tirmidzi. Adapun redaksi doa yang diriwayatkan oleh lima imam hadis berbunyi :

اللهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf. Engkau mencintai (segala bentuk) pemaafan, oleh karena itu, maafkan (segala) kesalahanku.” (HR. Lima imam hadis kecuali Abu Daud) (2) (3)

Menariknya, kata yang dipilih oleh banginda Nabi Saw adalah فَاعْفُ عَنِّيْ (maafkan aku) bukan فَاغْفِرْلِيْ (ampuni aku). Apabila ditelisik lebih jauh, memang ada perbedaan makna al-‘afwu (الْعَفْوُ) dan al-maghfirah (الْمَغْفِرَةُ).

Adapun perbedaannya terletak pada tekanan makna dari kedua lafaz tersebut. Kata ‘afwun menekankan makna ‘menghapus’ sementara kata maghfirah menekankan makna ‘menutup’.

Dengan demikian, makna fa‘fu ‘annî adalah memohon penghapusan dosa sampai hilang tak berbekas. Sedangkan makna faghfir lî adalah memohon agar ditutup dosa-dosa kita, sehingga selamat dari terbongkarnya aib di dunia, selamat dari dipermalukan di hari hisab.

Baca Juga :  Doa Meminta Anak Saleh

Lalu, apa relevansinya antara permintaan maaf kepada Allah dengan lailatul qadr? Di antara hikmahnya adalah lalilatul qadr merupakan malam penentuan takdir manusia (untuk setahun kedepan). Sebagaimana dijelaskan oleh imam An-Nawawi:

قَالَ الْعُلَمَاءُ وَسُمِّيَتْ لَيْلَةُ الْقَدْرِ لِمَا يُكْتَبُ فِيهَا لِلْمَلَائِكَةِ مِنَ الْأَقْدَارِ وَالْأَرْزَاقِ وَالْآجَالِ الَّتِي تَكُونُ فِي تِلْكَ السَّنَةِ كَقَوْلِهِ تعالى فيها يفرق كل أمر حكيم وَقَوْلِهِ تَعَالَى تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ ربهم من كل أمر وَمَعْنَاهُ يُظْهِرُ لِلْمَلَائِكَةِ مَا سَيَكُونُ فِيهَا وَيَأْمُرُهُمْ بِفِعْلِ مَا هُوَ مِنْ وَظِيفَتِهِمْ

Para ulama berkata, dikatakan Lailatul Qadr karena pada malam itu ditulis takdir-takdir, rezeki-rezeki dan ajal-ajal untuk (dibawa) para malaikat yang akan terjadi pada tahun tersebut (setahun yang akan datang) sebagaimana (diisyaratkan) dalam firman Allah ‘fiha yufroqu kullu amrin hakim’ (pada Lailatul Qadr itu ditetapkan semua perkara yang sempurna), dan firman Allah, ‘tanazzalul malaikatu warruhu fiha bi idzni robbihim min kulli amrin (pada Lailatul Qadr itu para malaikat dan Jibril turun dengan izin Rabbnya untuk menjalankan setiap perintah)’. Maknanya, Allah menampakkan kepada para malaikat di malam itu perkara yang akan terjadi dan memerintahkan mereka untuk melakukan apa yang menjadi tugas mereka.” (4)

Sebagaimana dimaklumi bahwa musibah menimpa manusia disebabkan oleh kecerobohan, kesalahan, dan kemaksiatan mereka sendiri. Hal ini ditandaskan oleh Allah dalam firman-Nya :

وَمَآ اَصَابَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍۗ

Musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri dan (Allah) memaafkan banyak (kesalahanmu). (Asy-Syūrā [42]:30)

Maka, menjadi penting bagi kita untuk memohon maaf dengan sungguh-sungguh kepada Allah Swt supaya Dia mau memaafkan segala kesalahan kita, sehingga dapat menjalani kehidupan setahun kedepan dengan terpelihara dari pelbagai musibah. Wallahu Ta’ala A’lam. (UNS)

Baca Juga :  Doa Ketika Memasuki Bulan Rajab

Rujukan:

[1] Ibn Al-Atsir, Jami’ al-Ushul fi Ahadits ar-Rasul, Mesir : Maktabah al-Halwani, 1390 H, no. hadis 2335, juz 4, hlm. 324.

[2] AT-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, Mesir : Maktabah wa Mathba’ah Mushthafa al-Babi al-Halabi, 1395 H, no. hadis 3513, juz 5, hlm. 534.

[3] Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Dar ar-Risalah al-‘Alamiyah, 1430 H, no. hadis 3850, juz 5, hlm. 20.

[4] An-Nawawi, Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim bin al-Hajjaj, Beirut: Dar Ihya’ at-Turats, 1392 H, juz 8, hlm 57.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *